Eksplorasi Sejarah dan Kebudayaan di Benteng Fort Rotterdam
Membahas mengenai benteng, biasanya pikiran akan langsung terarah pada konsep sebagai sarana perlindungan atau pertahanan dari sebuah imperium. Memang, itu adalah peranan penting dari benteng di zaman dahulu.
Benteng Fort Rotterdam yang berada di Jalan Ujung Pandang, Makassar, Sulawesi Selatan, adalah salah satu contoh. Benteng ini adalah bukti sejarah dan warisan dari Kerajaan Gowa-Tallo yang dulunya memegang kekuasaan di area Makassar.
Dikenal juga sebagai Benteng Ujung Pandang atau Benteng Panynyua, Benteng Fort Rotterdam dibangun pada abad ke-16 dan masih berdiri megah hingga saat ini. Lokasinya yang strategis, tidak jauh dari Pantai Losari, membuatnya menghadap langsung ke Selat Makassar.
Desain Benteng Fort Rotterdam Makassar yang mirip dengan bentuk penyu yang beranjak ke laut merupakan simbol dari keagungan Kerajaan Gowa, yang kekuasaannya meluas baik di darat maupun di laut.
1. Kilas Balik Sejarah Benteng Rotterdam
Tempat Wisata ini menyimpan jejak sejarah penting, dari puncak kejayaan Kerajaan Gowa pada abad ke-16 hingga era penjajahan Belanda.
Dibangun tahun 1545 oleh I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, Raja Gowa ke-9, benteng ini awalnya terbuat dari tanah liat. Namun, di era Sultan Alauddin, Raja Gowa ke-14, struktur benteng diperkuat dengan batu padas dari Pegunungan Karst Maros.
Bentuk unik Benteng Ujung Pandang yang menyerupai penyu merangkak ke laut menggambarkan filosofi Kerajaan Gowa, simbol dari kemampuan hidup di darat dan laut yang juga mencerminkan kebesaran kerajaan tersebut di berbagai wilayah.
Kerajaan Gowa-Tallo terpaksa menyerahkan benteng ini kepada Belanda setelah menandatangani Perjanjian Bungayya, dimana salah satu klausulnya meminta penyerahan benteng kepada Belanda.
Dengan kedatangan Belanda, nama Benteng Ujung Pandang berubah menjadi Fort Rotterdam, dipilih oleh Cornelis Speelman sebagai penghormatan terhadap kampung halamannya di Belanda.
Benteng ini lantas menjadi kunci bagi Belanda dalam menguasai perdagangan rempah-rempah di wilayah timur Indonesia. Selama kurang lebih 200 tahun, Belanda menjadikan benteng ini sebagai pusat administrasi, ekonomi, dan kegiatan lainnya.
Pada tahun 1937, pengelolaan Benteng Rotterdam diserahkan oleh pemerintah Hindia Belanda kepada Yayasan Fort Rotterdam. Benteng ini secara resmi diakui sebagai bangunan bersejarah pada tanggal 23 Mei 1940.
2. Peran Benteng Fort Rotterdam
Fort Rotterdam awalnya adalah salah satu dari lima belas benteng yang dibangun oleh Kerajaan Gowa-Tallo untuk melindungi diri dari invasi Belanda. Benteng ini merupakan salah satu yang tersisa setelah yang lain dihancurkan oleh Belanda.
Setelah jatuh ke tangan Belanda, fungsi Fort Rotterdam berubah; mulai tahun 1930, benteng ini dijadikan sebagai markas komando militer, pusat perdagangan, kediaman para pejabat tinggi, dan pusat administrasi pemerintahan.
Benteng ini juga terkenal sebagai tempat penahanan Pangeran Diponegoro mulai tahun 1833 hingga ia meninggal pada 8 Januari 1855.
Di benteng ini, Pangeran Diponegoro menulis berbagai catatan mengenai budaya Jawa, termasuk tentang pewayangan, sejarah, dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya.
3. Struktur dan Isi Benteng Fort Rotterdam
Desain Benteng Fort Rotterdam unik karena dibentuk menyerupai kura-kura, simbol kemakmuran Kerajaan Gowa-Tallo di darat dan laut. Gerbang utama benteng, yang kini setinggi 3 meter, diapit oleh bangunan bertingkat dan dikelilingi area berumput hijau.
Dalam kompleks benteng terdapat beragam koleksi Sejarah Benteng Rotterdam yang dihimpun dalam museum, mencakup era prasejarah dengan artefak seperti batu hingga senjata tradisional Sulawesi Selatan.
Benteng ini juga menampung museum La Galigo, yang menyediakan berbagai referensi tentang sejarah kejayaan Makassar (Gowa-Tallo) serta wilayah lain di Sulawesi Selatan. Mayoritas bangunan di benteng masih terjaga keasliannya, menjadikan Fort Rotterdam destinasi wisata populer di Makassar.